Rabu, 04 November 2015

Yuri Dulloh, Kembangkan Kopi Pesisir Urut Sewu

Foto oleh Yogi Permana
MENJADIKAN Kebumen sebagai sentra kopi berkualitas adalah mimpi besar yang ingin diwujudkan Yuri Dulloh (36). Tak sedikit yang mencibir impian laki-laki asal Desa Pucangan, Kecamatan Ambal, Kebumen itu.

Maklum, sebagai daerah rendah yang memiliki temperatur panas, banyak yang menganggap hampir mustahil di wilayah Kebumen tanaman kopi bisa tumbuh dengan baik. “Saya dianggap gila saat mulai menanam kopi di pekarangan rumah.

Tapi saya yakin kopi bisa tumbuh dengan baik, mengingat dalam sejarahnya pada masa kolonial, Kebumen pernah menjadi salah satu daerah penghasil kopi,” kata Yuri dalam perbincangan dengan Suara Merdeka di kebun kopi di pekarangan rumahnya, barubaru ini. Sayangnya, kata dia, komoditas kopi Kebumen sejak 30 tahun lalu tak lagi eksis di pasar nasional maupun ekspor kopi Indonesia.

Hal itu seiring dengan lunturnya tradisi bertanam kopi dari petani. Bahkan tanaman kopi benar-benar habis setelah banyak pohon yang ditebang dan diganti dengan tanaman cengkih. “Sebenarnya, saat ini masih ada sisa-sisa pohon kopi yang umurnya sudah puluhan tahun, tetapi tumbuh dengan liar tak ada yang memperhatikan,” imbuhnya.

Akhirnya, sejak beberapa tahun lalu alumni Akademi Sekretaris dan Manajemen (ASMI) Desanta Yogyakarta itu bertekad merintis lagi budidaya kopi di Kebumen dengan sistem pertanian organik. Saat ini pria yang hobi bermain biola itu mulai menikmati hasilnya setelah bisa memanen kopi yang dibudidayakannya. Yuri menargetkan kebun miliknya menghasilkan kopi kualitas ekspor bercitarasa khas kopi pesisir.

“Saya memiliki impian di pesisir selatan nanti akan ditanami berbagai jenis kopi, seperti Arabica, Robusta, Liberica maupun Javanica,” ujarnya seraya menyebutkan dirinya telah menanami pesisir di Kecamatan Petanahan dengan aneka kopi.

Diperhitungkan

Ya, sejak dihidupkan kembali budidaya kopi di Kebumen di tahun 2009 oleh Yuri, budidaya tanaman kopi meluas. Apalagi gagasan itu disambut positif Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Dishutbun) Kebumen yang melakukan tanam kopi secara besaran-besaran.

Selain ditanam di lahan milik masyarakat, tanaman kopi dibudidayakan di bawah tegakan di hutan negara yang dikelola Perhutani. Budidaya itu juga bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). “Saya optimistis, masa depan kopi Kebumen akan diperhitungkan, baik di tingkat nasional maupun internasional,” tandas pria yang kini melabeli kopi produksinya dengan merek Yuam Roasted Coffee.

Meski masih skala kecil, kopi olahan Yuri dipasok ke kafe-kafe di Yogyakarta dan Jakarta. Cita rasa kopi pesisir yang unik membuat kopi Kebumen banyak juga disukai para penikmat kopi dari mancanegara.

Di rumahnya, Yuri mengajak Suara Merdeka untuk cupping coffee berbagai jenis kopi yang hasil olahannya, mulai dari Arabica, Robusta, Liberica dan kopi Jawa. “Diseduh menjadi kopi tubruk maupun espresso, kopi khas Kebumen tidak kalah dengan racikan cafe-cafe terkenal,” tandasnya.

Tekad mengembangkan kopi bagi Yuri, selain dia pernah bekerja di cafe, juga pengalamannya sebagai marketing di perusahaan bursa saham di Jakarta. Setiap bertemu dengan klien selalu dilakukan di cafe, dengan harga kopi yang cukup mahal. (Supriyanto-32/SuaraMerdeka)
Read more ...

Mengenal Kopi Pesisir Khas Kebumen

Photo oleh Yogi Permana

Desa Kucangan, Ambal, Kebumen merupakan sebuah daerah penghasil kopi. Berbeda dengan desa penghasil kopi lainnya yang berada di dataran tinggi, Desa Kucangan justru berada di pesisir selatan Kebumen, sekitar 10-15 meter di atas permukaan laut.

Yuridulloh, salah satu petani kopi yang ditemui CNN Indonesia sudah lima tahun mengembangkan kopi pesisir di Kucangan. Bisa dibilang ia adalah orang pertama yang mengembangkan kopi tersebut setelah sekian lama kopi-kopi di kawasan pesisir itu dibiarkan begitu saja.

Kala itu Yuri sangat menyayangkan potensi pohon kopi yang sudah ada tapi justru tidak terawat dan tidak dikembangkan. Akhirnya ia pun memutuskan untuk mengembangkan tanaman kopi di daerahnya itu.

"Saya mengembangkan kopi berawal dari 20 biji kopi robusta. Kopinya tumbuh subur dan berbuah, dia tumbuh di bawah tegakan pohon kayu," kata Yuri saat ditemui di rumahnya di Desa Kucangan, Ambal, Kebumen, Jawa Tengah, Minggu (20/9). 

Kendati tumbuh subur, Yuri sempat kehilangan tumbuhan kopi miliknya itu. Pohon yang semula menjadi 'sandaran' pohon kopi harus ditebang dan akhirnya semua pohon kopi mati.

Melihat kenyataan tersebut, Yuri kembali mengumpulkan niat untuk menanam kopi lagi. Tak tanggung-tanggung, ada lima jenis kopi sekaligus yang ia tanam, yaitu robusta, arabica, liberica, java, dan excelsa.

Semua pohon ia rawat dengan baik sehingga pohon-pohon itu pun bisa menghasilkan banyak biji kopi untuk Yuri.

"Liberica satu pohon umur lima tahun bisa menghasilkan 25 kilo. Robusta bisa menghasilkan ratusan biji kopi," ujar Yuri.

Saat CNN Indonesia beserta rombongan menyambangi tempat tinggal Yuri, ia begitu piawai menjelaskan kopi-kopi yang merupakan hasil kebunnya sendiri. Tanpa ragu ia menjelaskan perbedaan rasa kopi satu sama lain. Begitu juga dengan beda rasa kopi ketika ditanam di dataran tinggi dan dataran rendah seperti yang ia lakukan.

"Arabica bentuk bijinya pipih, keabuan. Rasanya agak masam, kalau dikonsumsi bawaannya tenang," ujar Yuri.

"Liberica kalau ditanam di ketinggian cenderung rasanya seperti sayur. Misal ada tanaman cengkeh dan kopi pasti baunya akan ada cengkehnya juga. Kalau ditanam di sini (pesisir) ada bau tanahnya dan bau nangka."

Liberica, kata Yuri, juga memiliki kafein yang lebih ringan dibandingkan dengan robusta. Hampir serupa dengan arabica, tapi harum dan masamnya berbeda.

Rasa khas kopi pesisir juga muncul pada kopi robusta. Jika ditanam di dataran tinggi, kopi robusta rasanya seperti rasa cokelat. Tapi kalau di pesisir, kata Yuri, rasa dan aroma kopinya justru lebih kuat.

"Kalau yang tidak biasa minum, kepalanya seperti menggunakan helm 40 kilogram. Berat sekali. Kalau lagi galau, efeknya seperti orang nyabu. Kalau lagi ceria, jadi agresif," kata dia.
 
Pengembangan kopi sebagai bisnis dan wisata

Bukan tanpa tujuan Yuri mengembangkan kopi pesisir di rumahnya sendiri. Ia pun membuka bisnis sebagai produsen kopi pesisir dari kebumen.

Saat ini Yuri pun sudah memiliki nama untuk merek kopinya sendiri, yaitu Yuam. Nama itu diambil dari namanya sendiri dan kota asalnya, Ambal.

Produksi kopi yang dilakukan Yuri pun masih sederhana. Ia memilih memproses biji kopinya secara tradisional untuk mempertahankan rasa khas dari kopi itu sendiri.

Tidak hanya dipasarkan di Kebumen, Yuri juga mengaku sudah mendapat tawaran untuk memasok kopi di kafe kopi ternama di Jakarta.

"Dari Jakarta mintanya tradisional, yang baunya sangit. Saya roasting sendiri, ada yang mesin ada yang tradisional, sesuai permintaan saja. Kalau di kafe ada yang minta bubuk, ada hang minta biji nanti mereka giling sendiri," ujar Yuri.

Di luar itu, Yuri pun ingin mengembangkan kopinya ke arah pariwisata. Ia ingin kopi pesisir menjadi salah satu daya tarik wisata dari Kabupaten Kebumen, terutama Desa Kucangan di Ambal.

"Saya ingin menembangkan kopi sebagai pariwisata kebumen, tapi masih dalam proses, packaging-nya belum," kata dia.  

(win/utw)


Sumber: CNN Indonesia
Read more ...

Semerbak Harum Kopi dari Pesisir Kebumen

Photo oleh Yogi Permana
Pohon kopi dikenal sebagai tumbuhan di dataran tinggi atau beriklim sejuk. Namun, faktanya tanaman kopi juga bisa ditemui di dataran rendah, bahkan pesisir.
Tengok saja tanaman kopi milik Yuri Dulloh di Desa Pucangan, Ambal, Kebumen. Tanaman kopi jenis arabica, excelsa, robusta, java, dan liberica tumbuh subur di pekarangan rumah Yuri. 
“Lima jenis kopi ini memiliki karakter dan rasa yang berbeda,” ujar Yuri saat ditemui di rumahnya di Kebumen, Minggu, 20 September 2015.

Sudah lima tahun lamanya, pria asli Desa Pucangan tersebut, mengembangkan kopi. Awalnya, ia menanam 20 pohon kopi jenis robusta. Tak disangka, pohon tersebut bisa tumbuh subur dan bahkan berbuah.

Yuri menanam tanaman kopi tersebut di bawah tegakan pohon kayu. Namun karena ada kebutuhan, pohon kayu akhirnya ditebang. Alhasil, tanaman kopi milik Yuri turut mati.

Kegagalan ini tak menyurutkan asa Yuri. Ia kembali menanam pohon kopi. Kali ini, pria bertubuh kurus tersebut menanam tumbuhan kopi dari berbagai varietas. Selama bertahun-tahun mengembangkan kopi, Yuri pun sudah akrab dengan cita rasa unik dari lima varietas kopi yang ditanamnya. “Arabica agak asam,” ucapnya.

Rasa kopi yang ditanam di kawasan pesisir juga memiliki cita rasa yang unik dibandingkan kopi dari dataran tinggi. Kopi di dataran tinggi atau gunung, kata dia, cenderung memiliki wangi dan rasa seperti cokelat.

Selain kondisi tanah dan tumbuhan di sekitarnya, pemilihan pupuk juga turut memengaruhi cita rasa kopi. Khusus di Desa Pucangan, para petani kopi menggunakan pupuk organik dari kotoran sapi atau kambing. Sehingga cita rasa kopi lebih manis. “Di sini (pesisir) pekat. Harum banget,” ujar Yuri.

Agar tanaman kopinya berbuah lebih banyak, Yuri pun menggunakan metode yang jamak digunakan, yakni stek.  Dengan metode itu, satu pohon kopi berumur lima tahun, bisa menghasilkan biji kopi seberat 25 kilogram.

“Ini jenis kopi robusta saya sambung dengan arabica, langsung berbuah,” kata dia.

Kegigihan Yuri mengembangkan kopi di daerahnya tak semudah membalikkan tangan. Ia sempat dipandang sebelah mata. Kata Yuri, masih ada orang yang beranggapan bahwa kopi instan lebih mudah didapat dan harganya lebih murah.

“Dengan Rp2.000 sudah bisa dapat tiga sachet sama susu. Orang bilang itu sudah sedap. Tapi saya ingin mengangkat kopi Kebumen,” ujarnya.

Kopi hasil dari pekarangan rumah Yuri kini sudah masuk ke kafe-kafe di Surabaya dan Malang. Bahkan, menjadi favorit sejumlah trader di Jakarta. Umumnya, para trader ini lebih menyukai kopi-kopi tradisional dengan wangi sangit.

Sayangnya, kopi dengan merek Yuam Roasted Coffee tersebut masih belum bisa menembus pasar  ekspor.  Namun, Yuri mengungkapkan bahwa sudah ada permintaan dari Denmark.

“Kita masih dalam proses karena harus menggunakan mesin standar internasional,” kata dia. (umi)


Sumber: VIVA.co.id
Read more ...

Rabu, 24 Juni 2015

Kopi Arabica Kebumen

Ciri daun kecil dan oval, batang/ ruasnya rendah, paling cepat berbuah bila kondisi tanah subur dalam waktu 3 bulan  tanam. Rasa, aroma, karakter lebih pekat  dibanding Liberica/ excelsa.

      .
Read more ...

Ciri-ciri Kopi Liberica

Cita rasakarakter, aromanya tidak ditemukan di daerah lain. Fruty/ rasa buah asam (nangka), soft/ ringan. Cocok untuk kaum hawa terutama alangkah baiknya diminum disiang hari untuk merelakskan karena seharian bekerja. Akan lebih enak diminum saat suhunya sudah agak dingin dengan takaran gula yang seimbang, sensasi yang tercipta akan dirasakan. Cocok untuk Tubruk / drip (original). 

Ciri-ciri pohon, daun, dan buah Liberica : 

1. Daun Liberica Daun oval lebar, mengkilat, tinggi pohon bisa mencapai 10m, berbuah sepanjang tahun. 2,5 tahun sudah mulai berbunga dan akan lebih maksimal bila disambung untuk mempercepat buah. 

2. Buah/ red berry Dari bunga sampai panen ±8 bulan. Buah besar dan banyak bila tidak dipanen akan melekat didahannya sampai kering buahnya. 1 pohon bisa menhasilkan tiga karung beras raskin dalam bentuk buah. Greenbean kecil, pipih, kuit ari mengkilap. Untuk memetik kopi, harus ketika buah berwarna merah.
Read more ...